Monday, December 8, 2014

biar waktu yang menjawab..

hari ini, saya belajar dr seorang anak perempuan yg baru saja beranjak dewasa. dia marah dan tersinggung karena merasa hidupnya di"ganggu" oleh orang2 dekatnya yg selalu saja mengingatkan dia akan setiap kesalahannya. dia marah karena merasa setiap hal yg dilakukannya selalu saja salah. dia marah sampai akhirnya terkesan menantang hidup, meminta waktu untuk menjawab semua pertengkaran mereka, meminta waktu untuk membuktikan siapa yg benar.

saya ingat waktu saya seumur dia, saya pun melakukan kesalahan yg sama, saya merasa saya mampu mengatasi dan bertanggung jawab atas cara hidup yg saya pilih. saya merasa tahu benar siapa laki2 yg saya pilih saat itu, siapa teman2 yg saya ikuti saat itu. saya marah dan tersinggung saat orang menilai sisi negatif pasangan atau teman saya saat itu. karena saya YAKIN ... mereka yg terbaik.. 

sama seperti saat dia merasa, hidupnya di "atur" oleh keluarganya. saya pun dulu merasa begitu. marah karena dilarang, marah karena diatur. saya blg " saya sdh dewasa, saya mampu BERTANGGUNG JAWAB terhadap hidup saya" .. 
di kedewasaan yg saya nyatakan saat itu, justru memahami arti kata dewasa saja belum mampu. terlalu gegabah.. 

saya merasa benar saat saya menyakiti hati orang tua saya dengan menganggapnya KUNO, POSESIF, BANYAK ATURAN, Dan lain sebagainya.
saya merasa benar saat saya berbohong dibelakangnya dengan mengkambing hitamkan teman2 saya. padahal saya tidak sama sekali bersama mereka saat itu. atau bahkan bukan mereka tujuan utama saya.. 
saya merasa benar saat saya membiarkannya mengabaikan kelelahannya, sakitnya untuk merapihkan dan menyiapkan kebutuhan saya setiap hari SENDIRIAN. disaat saya memilih menemani teman atau pasangan saya menghabiskan hari2 mereka dengan mengabaikan, lagi2 TANGGUNG JAWAB yg saya teriakan dengan lantang bahwa saya bisa.. justru kehadapan orang yg sedang mati2an dibelakang saya memikul TANGGUNG JAWAB yg seharusnya milik saya.. SENDIRIAN.

mungkin sayapun pernah marah pada orang tua saya karena sempat menilai teman atau pasangan saya tidak baik untuk saya, saya berlalu membelakangi mereka, membiarkannya bicara dengan punggung saya.. tidak peduli mereka menahan penuh tenaga agar air matanya tidak turun. hanya agar Tuhan tidak murka pada saya.
sedangkan perlakuan sebaliknya saya lakukan kepada orang yg justru mendukung saya berbohong kepada orang tua saya. yg justru saat itu saya anggap baik karena mengajak saya menantang maut, dan menganggap nya telah memberi warna dalam hidup saya. padahal kenyataannya mereka sedang membiarkan saya hanya memberi warna hitam dan putih pd hidup saya. padahal justru mereka sedang berusaha menghancurkan mimpi yg telah ditanamkan pada saya selama bertahun2 dengan keringat dan pengorbanan oleh orang tua saya. 

saat melihat anak perempuan itu marah.. saat itu saya sadar. betapa banyak luka yg sudah saya buat dihati orang tua saya. betapa besar tanggung jawab milik saya yg dengan tanpa bicara dipikulnya jg bersamaan dengan tanggung jawab anak2nya yg lain. belum lagi tanggung jawabnya sebagai orang tua, tanpa pernah bicara Haknya kepada saya. jangankan memintanya. bicara Haknya saja mungkin mereka takut. karena mereka tau, bahkan aku serahkan hidupku pun belum dapat memenuhi hak mereka. apalagi saat aku meneriakan dengan lantang dihadapan mereka tentang tanggung jawab untuk hidupku. seandainya mereka menjawab, menjabarkan tanggung jawab yg harus saya bawa seumur hidup, tidak cukup waktu satu hari. apalagi menjalaninya. tidak cukup waktu seumur hidup. 

saat menulis ini, saya tidak mampu menahan untuk tidak menangis. baru saja tadi pagi saya meninggalkan tanggung jawab saya lagi2 untuk dipikul oleh orang tua saya.. saya meninggalkan anak saya bersama nya.. untuk bekerja. untuk memenuhi kebutuhan kel saya.. saya sadar saya terlalu gegabah meneriakan tanggung jawab, justru dihadapan satu2 nya orang yg dengan ikhlas memikul tanggung jawab saya.. 

saat menulis paragraf ini, saya baru saja selesai menelpon ibu saya, beberapa kali tidak diangkat. saya tutup telpon untuk pergi ke kamar mandi. menangis sejadi2nya. tiba2 saya membayangkan dia tidak lagi bisa mengangkat telepon dari saya. tiba2 habis waktunya sedangkan saya sama sekali belum memberikan haknya satu pun..  

saya sudah menikah, tapi bukan dengan laki2 yg selama ini saya perjuangkan. saya menikah dengan seorang anak laki2 yg pintar cari muka dengan orang tuanya. karena itu dia pun pintar cari muka dengan orang tuaku. dan mereka menyayangi suamiku. dan aku bersyukur pernah salah memilih, hingga akhirnya bertemu yg lebih baik.
dan sekarang saya seorang ibu dari seorang anak laki2. mungkin sebentar lagi saya akan merasakan apa yg orang tua saya rasakan dulu. karena sejauh ini, waktu masih menjawab mereka benar!!

bila anak perempuan itu membaca tulisan saya yg panjang ini.. dia pasti akan marah, tersinggung. tapi cb baca 5 atau 10 tahun lagi, apakah masih sama?? kalau iya. mungkin saya yg salah. mari lagi2 kita tantang waktu untuk membuktikan siapa yg benar..

karena satu yg pasti.. penyesalan itu Pastii datang.. 

No comments:

Post a Comment